BMKG Beri Penjelasan Soal La Nina, Berdampak Naiknya Curah Hujan di Indonesia

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan kepada masyarakat untuk mewaspadai fenomena La Nina. Lantas apa yang dimaksud dengan La Nina? Apa bedanya dengan El Nino? "Secara umum kita sebut El Nino Southern Oscillation (ENSO)," imbuh Indra.

Indra menyebut, ENSO adalah fenomena global dan tidak hanya Indonesia yang merasakan dampaknya. "Jadi itu adalah hasil dari interaksi laut dan atmosfer, tidak hanya cuacanya," ujar Indra. Untuk mengenali fenomena baik El Nino maupun La Nina, Indra menyebut digunakan anomali suhu permukaan laut di wilayah ekuator pasifik tengah, yang letaknya di sebelah timur Indonesia.

"Jika anomali suhu di perairan tersebut minus di bawah 0,5 derajat celcius, disebut La Nina. Kalau positif di atas +0,5 derajat celcius disebut El Nino," ungkapnya. Indra menyebut fenomena tersebut berpengaruh pada sirkulasi udara. "Pada saat La Nina konsentrasi pertumbuhan awan dan hujan bergeser ke Indonesia dan sekitarnya, yang menyebabkan meningkatnya curah hujan," ungkap Indra.

"Sebaliknya kalau El Nino pusat konsentrasi pertumbuhan awan dan hujan bergeser ke timur, sehingga hujan di daerah kita berkurang," imbuhnya. Secara sederhana, Indra menyebut, fenomena La Nina meningkatkan curah hujan di Indonesia. Sedangkan El Nino dapat mengurangi curah hujan di Indonesia.

"Namun perlu dilihat luas wilayah Indonesia sangat besar, sehingga pengaruh La Nina akan berbeda beda di masing masing daerah," ungkapnya. Sementara itu dikutip dari rilis BMKG, hingga akhir September 2020, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan anomali iklim La Nina sedang berkembang. Indeks ENSO menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir.

Nilai anomali telah melewati angka 0.5 derajat celcius, yang menjadi ambang batas kategori La Nina. Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing masing adalah 0.6 derajat celcius pada bulan Agustus, dan 0.9 derajat celcius pada bulan September 2020. BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020.

Diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari Februari dan berakhir di sekitar Maret April 2021. Catatan historis menunjukkan La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normalnya. Namun demikian dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia.

Pada Bulan Oktober November, peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera. Selanjutnya pada Bulan Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku Maluku Utara dan Papua. Pada Bulan Oktober ini beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki Musim Hujan, di antaranya Pesisir timur Aceh, sebagian Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Pulau Bangka, dan Lampung.

Kemudian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa tengah, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Utara, sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat. Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat La Nina berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidro meteorologis seperti banjir dan tanah longsor. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debet air yang berlebih.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *